Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda,
“Allāh ‘Azza wa Jalla berkata, ‘Apabila hambaKu berkehendak untuk melakukan kejelekan maka janganlah kalian tulis. Kemudian apabila dia melakukan kejelekan tersebut maka tulislah satu kejelekan. Dan apabila dia berkehendak untuk berbuat baik kemudian tidak mengamalkannya maka tulislah satu kebaikan. Kemudian apabila dia mengamalkannya maka tulislah sepuluh kebaikan’.” (HR Muslim)
----
Betapa niat baik adalah sumber dari kebaikan yang berlipat. Pantas saja sejatinya kebaikan tetap akan selalu menang, karena pada akhirnya kebaikan akan terus semakin banyak. Banyak dan banyak.
Kamu cuma butuh keyakinan itu dan jangan pernah menyerah di sini.
"aku kerja bukan buat cari uang tujuannya."
Mak jleb. Padahal ngomongnya sambil santai karena obrolan kita yang sebelumnya sesantai itu dan memang random. Tapi kalimat itu tetap terngiang sampai saat ini aku ngetik. Mungkin terhitung dari hari itu sampai sekarang, sekitar 3 bulanan. Maka sempurna sudah kalimat itu seperti kaset rusak yang terus diputar. Siapa orang yang kerja bukan cari uang? Cmon. But she did. She actually meant it. Dari cara keseharian dia dan sepemahamanku semenjak kenal dengan sosoknya, sepertinya dia sungguh-sungguh dengan ucapannya. Aku merasa dia punya nilai yang memang sudah sampai di sana.
Then I reflect on myself.
What is my urgency? My goal? My purpose in this work-life journey?
Apa iya hanya tentang melunasi hutang, melepaskan diri dari jeratan sandwich generation, mengharap kehidupan lebih baik alih-alih punya tabungan masa tua supaya ga ngulang kejadian yang sama untuk penerus keluarga. Apa iya hanya tentang menghabiskan waktu untuk hal-hal yang katanya lebih bermanfaat untuk orang lain. Apa iya hanya tentang kepentingan dapat titel dan pengakuan dunia? Lantas tujuan yang lebih dalam terlupakan. Buat apa aku kerja? Gimana caranya biar kerjaku jadi berkah dan bukanlah cikal bakal musibah. Pukulan telak menuju akhir tahun 2024. Pukulan telak di usia kepala tiga. Pukulan telak tapi sepertinya aku masih diberi kesempatan untuk menahan dan melancarkan strategi baru agar hidup tidak melulu soal uang, soal pengakuan, soal dunia.
Dunia kita kecil dan sungguh sesaat.
Setiap aku berulang tahun, sejatinya aku tidak tahu harus berdoa seperti apa. Karena doaku setiap hari. Bisa tentang macam-macam. Kadang tentang hidup sehat yang kuinginkan, hubungan baik yang kudambakan, atau pernah juga tentang harta. Sungguh, aku pernah meminta itu pada Tuhanku. Karena kupikir hubungan kami begitu dekat, jadi aku bisa bicara apa saja pada-Nya tanpa harus takut atau gelisah. Jawaban Dia akan selalu pasti dalam tiga bentuk; terkabul saat itu juga, ditunda, atau diganti dengan yang lebih aku butuhkan. Maka aku seharusnya tidak perlu gelisah.
Setiap aku berulang tahun, aku ingin mendapat kejutan dari orang terdekatku tanpa perlu aku beri kode morse atau kode serupa lainnya. Aku ingin kejutan, tapi tidak mau terkejut. Bingung? Sama aku juga. Karena itulah aku. Menurutku akan lebih indah rasanya kalau setiap kali kau berulang tahun kau mendapat sesuatu yang berbeda di hari itu. Meski terlihat kecil. Tapi percayalah, aku selalu tersipu dengan hal kecil itu. Atau sesekali besar, mungkin boleh juga. Rezeki tidak boleh ditampik. Terima.
Hadiah ulang tahunku adalah pertemuanku denganmu. Setelah berapa puluh purnama berlalu. Aku pernah bercita-cita akan bercerita panjang lebar ketika suatu saat kita bertemu lagi. Tapi cita-citaku tak pernah kesampaian karena kamu terlanjur pergi lama dan tidak akan pernah kembali. Hari itu, kamu justru datang. Tidak, kita bertemu di persimpangan. Secara tidak sengaja. Seperti dua orang asing, tapi saling mengenal di masa lalu. Tertawa canggung kemudian berpamitan. Padahal belum banyak kita bicara dan masih banyak sekali yang perlu aku sampaikan.
Hadiah ulang tahunku adalah pertengkaran hebat antara mama dan papa. Cerita orang dewasa memang rumit. Otak kita yang cenderung lebih sederhana pasti tidak akan sanggup untuk mencernanya. Katanya, di sana ada banyak sekali yang tidak aku mengerti. Padahal aku tahu, setidaknya aku tahu. Bagaimana rasanya menjadi anak yang kesepian ketika orang tuanya sibuk saling menyalahkan.
Hadiah ulang tahunku adalah tendangan kecil dari dalam perut. Kaki mahkluk lain yang wujudnya belum nyata sampai ke dunia. Menunggu dia muncul, seperti lompatan-lompatan perasaan kadang khawatir, kadang tak sabar, kadang sedih sekaligus bahagia. Tuhan akhirnya percaya padaku untuk menjadi seorang Ibu.
Lalu bagaimana nasib hadiah ulang tahunku pada akhirnya? Mereka menjadi pengalaman berharga di setiap tahun. Pelajaran. Kenangan. Meninggalkan aku dengan rupa rasa dan aku menerimanya.
Ia merasa senang dengan pesan singkat yang diterimanya hari ini. Menghadirkan bintang di matanya, serta membuat bibirnya tersungging. Ia senang karena dipanggil dengan nama kesayangannya.