Tadinya saya jadikan ini sebagai salah satu impian dari sekian impian yg ada. Sekarang, bukan lagi mimpi tapi sudah terjadi. -Jamin
27 Desember 2013
Sesampainya di basecamp jalur Selo kami dapat rumah untuk berteduh. Bongkar muatan, bersih-bersih, makan, tidur, bahkan ada yg sempet-sempetnya mandi. Persiapan air. Perampingan muatan yg akan dibawa naik. Banyak juga selain kami yg datang siang itu. Ada yg memang baru saja turun dan ada yg sama baru datangnya dengan kami. Masih pukul dua siang ketika sampai.
Penampakan Tempat Pendaftaran |
Mas-mas dari rombongan UNDIP lagi siap-siap |
Penampakan tempat isitirahat kita di basecamp ini. Mewah yak. (kelihatannya) |
Dina sibuk |
Adek-adek dari SMA |
Posisi basecamp ini ada di sebelah kanan jalan menuju pintu masuk jalur Selo |
Rombongan yg datang ga lama setelah kita datang |
Sumber Air Bersih yang ga habis-habis |
HDR landskap |
ready for .... |
Punya Adi sama Yuda |
Bismillah... Setelah semua siap. Ba'da Asyar jalan. Meskipun sempet diceritain macam dan rupa pengalaman yg baru saja turun, saya masih adem ayem aja. Setidaknya sudah sampai sini masa mau mundur. Jadi, yg saya dengar dari dua adek-adek SMA di atas adalah bahwa mereka sempat kena badai dan harus sembungi di atara batuan. Kerennya lagi rombongan mereka adalah terdiri dari perempuan semua. Haha. Salut. Jadi inget cerita Icha yg pernah naik bertiga aja dan perempuan semua.
Lihat saja sampai mana batas saya sangggup untuk menikmati perjalanan ini.
Kiri ke kanan: Dina, Ardi, Ari, Brian, Aldy, Ria, Adi, Icha, dan Yuda. |
Pintu masuk jalur pendakian Selo |
Saya tahu, sejak saya lihat langit di kota ini, saya jatuh cinta. |
Rombongan kami jalan selang-seling. Di depan yg bawa tenda, selang Ica, laki lagi, Ria, laki lagi, Dina, dan laki lagi. Intinya untuk kami yg wanita ada di posisi tengah dalam rombongan. Ini menyenangkan. Antusiasme meluap. Menjelang malam, senja sudah di penghujung hari. Kami memutuskan untuk rehat sejenak sambil menunggu waktu sholat Maghrib.
Meranggas tapi bertahan |
Brian in action |
Mau sholat di waktu sedang dalam kondisi pendakian seperti ini seperti menguji iman maksimal. Godaannya habis-habisan. Kalau mau dilewat, pasti mudah sekali, tapi kalau mau diperjuangkan semoga kita termasuk hamba yg ada di jalan yg benar. Renungannya jadi banyak.
Masalah macam ini bicarakan saja dengan dirimu sendiri. Dia sebenarnya tahu apa yg harus dikerjakan dan apa yg seharusnya tidak. Dewasa sudah. Ilmu juga tersampaikan sudah. Maka semua kembalikan pada hatimu saja.
Perjalanan dilanjutkan. Normalnya 3-4jam berjalan sudah bisa sampai di padang rumput buat ngecamp. Tapi agaknya kita terlalu slowly, jadi masih lama sekali rasanya. Hehe. Ini yg nanti akan dibahas di ulasan perjalanan.
Waktu ke Papandayan, gak dapet sensasi jalan di malam hari dan kali ini rasanya luar biasa. Subhanallah. Rasanya masih kurang muji muji Allah, langit yang Dia berikan malam itu langit indah dengan hamparan bintang. Kerennya seperti sedang hadir di Star Party.
Bicara tentang langit yang indah dengan bintang yg tak hingga jumlahnya, ada satu hal lagi yang sensasional. Ini foto waktu rehat. Belum sampai tempat ngecamp, masih ada di jalur naik. Udara dingin sekali. Lebih dingin dari di Puncak-Jawa Barat. Norak ya. Usahakan tetap bergerak agar tidak terjadi hal-hal yg tidak diinginkan. Foto ini diambil sambil nahan dingin dan tetep senyuuum.
Narsis bareng dulu |
Kalau boleh mah ya, duduk di sana aja terus. Lihat langit, menikmati apa yg belum tentu bisa dilihat lagi nanti. Tapi ga boleh. Karena, harus segera cari tempat untuk mendirikan tenda dan makan malam. Perut sudah lapar ditambah mata yg sudah mengantuk. Semangat harus tetap dipompa untuk tetap berjalan sampai tujuan.
27 Desember 2013, sekitar pukul 10 waktu sekitar Selo :)
Kami sampai di tempat datar. Siap mendirikan tenda. Angin kencang belum berhenti. Semua bahu membahu buat membuat tenda dan tempat menyimpan peralatan. Pengaruh angin yg kencang sedikit banyak memengaruhi kecepatan kami menyelesaikan pendirian tenda. Tidak hanya sekali, flysheet lepas lagi dari pancangnya. But, finally.. DONE. Selesai di saat tenda lain sudah lebih dulu berdiri dan mereka tinggal beristirahat dengan tenang sampai waktunya masing-masing summit.
makan malam part 1. rebus air untuk ngupi dan ngeteh |
yg kerja biar saja mas mas tampan ini |
Tenda kami ada dua, satu untuk perempuan dan yg satu lagi untuk laki-laki. Dan satu persoalan terlupakan begitu saja sampai kami terbangun di dini hari dengan udara luar biasa dingin. Tidak ada perjanjian untuk summit jam berapa dan tanda-tanda kehidupan dari tenda laki-laki. Semua lelap dalam mimpinya masing-masing. Dibangunkan tetap tidak ada reaksi. Maka lewat sudah kesempatan itu. Sirna. Kecewa. Saya, Dina, dan Icha pasrah. Tidur lagi. Masih dengan sedikit harapan setelah Shubuh akan jalan bersama menuju puncak Merbabu.
Harapan tinggal harapan. Shubuh tiba, kami bangun lagi untuk sholat. Masih sama keadaannya dengan dini hari tadi. Baiklah. Pupus. Coba aja ada backsoundnya lagu Dewa. Bayangin sendiri. Laki-laki yang bangun hanya Adi, Ari, dan Yuda. Akhirnya. Rencana gagal total untuk lihat sunrise di atas. Here we go, dengan segala keadaan yang terbatas, saya coba melihat apa yg bisa saya dapatkan di ketinggian ini. And, awsome! Dari tempat saya saat itu, pemandangan yg bisa saya saksikan sangat mengharukan. Sekali lagi syukur untuk kesempatan dalam hidup ini dari Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.
Saya lupa kesal saya saat bangun tadi karena terpesona dengan apa yang ada di sekitar saya. Langitnya lagi-lagi, udara yg mulai menghangat, suara angin yg mengenai dedaunan, dan wangi udara pegunungan. Apapun itu, itu semua adalah nikmat Allah yg tidak bisa didustakan.
28 Desember 2013
Luasmu menenggelamkan egoku, langit.
Ada masa di mana ego akan jadi raja, tapi tidak saat aku bersamamu.
Meski aku harus hilang ingatan sejenak, itu adil saja.
Habis.
Waktu untuk menikmati berlalu sudah.
Biarkan aku lanjutkan lagi apa yg seharusnya kulanjutkan.
Sampai jumpa, Langit!
Dan...
eng ing eng. Mereka belum bangun! Ampun. Kabar punya kabar, Brian semaleman tanpa selimut atau sleeping bag karena punya dia basah total. Pantes baru bisa pules dan susah untuk bangun.
Yasudah masak sarapan. Dengan logistik yang dibawa dan hasil belanja para lelaki kece. Banyak sekali. Bisa bikin sop 2 porsi, telor spesial, sosis istimewa dan banyak lagi. Tapi gak pake poto makanannya. Haha. Lebih heboh masak dan makannya. Pagi segar dan menyenangkan. Sekalian beres-beres barang.
Cewek Kece. Bu Boss |
Then...karena satu dan dua insiden terjadi yang tidak bisa disebutkan, maka terpisahlah kami menjadi dua rombongan menuju puncak. Rombongan pertama adalah Ardi dan Aldy. Tega. Dan sisanya adalah kami selain mereka berdua. Biarkan saja. Biarkan berlalu apa yg seharusnya berlalu. Semoga kedepannya bisa jadi pegangan untuk lebih bijak lagi. Semoga. #EdisiCurhat
Nah, coba dilihat dulu jalur pendakiannya Merbabu berikut ini ya :)
Photo from here |
Jadi sekembalinya Ardi dan Aldy dari sana yg entah sampai puncak atau tidak, maka kami juga naik. Seingat saya sudah lewat pukul 10 pagi kala itu. Saya bukannya meremehkan. Saya hanya tidak awas dengan jelas di mana posisi kami saat itu, jadi saya pikir adalah bahwa puncak sudah dekat dan sebentar lagi. Tapi saya salah. Hehe.. masih lama sekali. Jalurnya sudah ada, tinggal diikuti saja. Hanya saja, pada saat itu udara kering, jadi tanah yang ada di jalur pendakian juga gersang dan cukup berdebu. Gunakan masker jauh lebih baik. Kalau tidak ya juga tidak apa-apa. Perhatikan saja pijakan yg kita lewati, itu akan sangat membantu bagi saya khususnya yg pemula ini. Jika memang dirasa ragu untuk naik dan memindahkan kaki, ada baiknya juga cari ranting atau akar yg kokoh sebagai pegangan.
Informasi tambahannya adalah dengan lewat jalur ini kita bisa lihat padang Eldeweiss :) Selanjutnya nikmati saja lagi apa yg perlu dinikmati.
Semakin lama berjalan, suasana semakin senyap. Suara yg saya dengar hanyalah deru napas, gemerisik daun, dan hentakan kaki ketika melangkah. Kami tidak bicara satu sama lain, tujuh orang ini berjalan masing-masing tapi masih dalam satu garis. Kami akan bertemu bila kami rehat di titik-titik yang disepakati, sekedar berhenti sejenak dan minum. Selama naik, saya kuatkan diri untuk tidak minum. Pasalnya, bagi saya yang cukup banyak minum, akan sangat berpengaruh terhadap persediaan air. Maka saya pilih untuk tidak minum sekalian sampai titik maksimal bisa tahan tidak minum. Penggantinya adalah madu yg saya bawa dari bawah. Cukup berhasil kok. Selain tidak membuat terlalu haus, juga sebagai pemicu tenaga.
Bagi saya, perjalanan ini saja sudah luar biasa. Apalagi jika berhasil sampai puncak. Tapi dengan pertimbangan waktu yang sudah makin siang menjelang sore dan oke saya ngaku saya lelah meski tidak diucapkan secara lisan waktu itu, saya memutuskan untuk tidak melanjutkan sampai puncak. Tadinya saya akan tunggu saja di salah satu tempat istirahat, tapi teman-teman yg lain juga melakukan hal yg sama. Semoga ga ada yg dendam ya gara-gara saya kita ga jadi muncak :) Padahal sesuai peta di atas, posisi kami adalah tinggal satu undakan lagi dan sampai sudah. Ditambah pertimbangan, "kapan lagi coba ke sini? nanggung amat ih! Ga sayang apa, dikit lagi doang. Ayolah semangat." But, apa daya saya tidak akan paksa fisik saya. #IKnowWhatIDo
Dan di sinilah... kedamaian itu saya dapatkan. Merbabu-Titian Menuju Kedamaian. Asli. Sepi. Senyap. Jauh sekali dari riuh ramai kota Jakarta yg jauh saya tinggalkan. Mungkin ya, kalau saya memang sampai puncak sana.. judulnya akan saya ganti saja menjadi Titian Menuju Mega :) Hahaha
Sepenggal kata yg sempat ditulis saat rehat----------
[12.05 pm] Sabtu, 28 Desember 2013
lewat tengah hari sedikit
ketika orang lain memilih hingar bingar
kota di dunia, kami memilih meletihkan
badan dngan berkali-kali tanjakan
terjal dan turunan.
di sini kami bisa melihat langit yang
dengan cepatnya berganti wajah
dari waktu ke waktu.
di sini kami bisa melihat awan begitu
saja berlalu.
desau angin. Nada karawitan dari para
pendaki lain.*
0 komentar