Sabtu lalu, 29 November 2014 ada jam kosong di pukul empat sore. Lupa. Seharusnya sudah disadari dari siang. Tapi mungkin jika tidak lupa, peluang untuk kabur dan berbuat nakal akan semakin besar. Bolos. Allah masih sayang saya. Agaknya saya harus benar-benar menjalani sisa waktu ini sebaik-baiknya. Maka jadilah saya memanfaatkan kesempatan untuk menikmati sore dengan seksama. Berhubung ada satu buku yang sedang saya baca dan belum tuntas dan kebetulan hari itu saya bawa, maka beruntunglah saya. Setidaknya akan ada hal yang bisa saya lakukan beberapa waktu ke depan sampai jam kelas berikutnya di lepas Isya.
Rindu. Salah satu novel milik Tere Liye. Bukunya tebal, tulisan semua, covernya biasa saja. Tidak cukup menarik untuk awalnya. Sederhana. Tapi justru itu kenapa saya beli. Saya ingin tahu, hal luar biasa apa lagi yang ada di balik kesederhanaan sampul miliknya. Ternyata, benar. Saya menemukan beberapa pandangan baru lagi darinya. Di buku ini, saya mulai corat-coret. Saya garis mana yang perlu, saya tulis mana yg perlu. Hal yang sudah lama saya tinggalkan sebelumnya terhadap buku-buku cerita saya. Alasannya karena "sayang" kalau dicorat-coret. Tapi sekarang tidak lagi, saya merasa perlu mencari atau setidaknya memahami sedikit saja apa sebetulnya makna pada tiap buku yang saya baca.
Tempat pertama saya membaca adalah di tangga lantai dua gedung E, dekat dengan ruangan kelas yang seharusnya saya lalui sore itu. Hujan dari siang sudah turun tak berkesudahan, jadilah saya sore itu berada pada moment:
Tempat kedua saya adalah perpustakaan. Tidak dekat memang, tapi itu adalah serunya. Setiap ke perpus, saya akan banyak melewati kesempatan untuk mengambil gambar apa saja dengan kamera. Ekspresi wajah orang sedang makan-kebetulan dekat dengan kantin-, berbincang dengan teman, bangku-bangku taman, tegel basah pasca hujan, dan gambar-gambar bangungan yang terlihat di pantulan sisa hujan. Maka hitam putih itu muncullah..
Beruntungnya saya yang bisa menikmati jam perpustakaan sampai nyaris tutup. Gedung-gedung itu saya ambil dari jendela besar di perpustakaan kami. Selesai dengan buku tadi, saya tenggelam bersama hitam putih cahaya dan satu dua sisa hujan di jendela.
Mereka yg lain sudah lama pulang. Saya juga harus segera pergi dari sini. Petugas akan segera menutup perpustakan dan saya harus bersiap untuk kelas berikutnya. Sabtu malam yang lengkap sekali. Lubang kosong yang ada, perlahan mulai saya isi.
-R
yg menikmati hujan seharian
Rindu. Salah satu novel milik Tere Liye. Bukunya tebal, tulisan semua, covernya biasa saja. Tidak cukup menarik untuk awalnya. Sederhana. Tapi justru itu kenapa saya beli. Saya ingin tahu, hal luar biasa apa lagi yang ada di balik kesederhanaan sampul miliknya. Ternyata, benar. Saya menemukan beberapa pandangan baru lagi darinya. Di buku ini, saya mulai corat-coret. Saya garis mana yang perlu, saya tulis mana yg perlu. Hal yang sudah lama saya tinggalkan sebelumnya terhadap buku-buku cerita saya. Alasannya karena "sayang" kalau dicorat-coret. Tapi sekarang tidak lagi, saya merasa perlu mencari atau setidaknya memahami sedikit saja apa sebetulnya makna pada tiap buku yang saya baca.
Tempat pertama saya membaca adalah di tangga lantai dua gedung E, dekat dengan ruangan kelas yang seharusnya saya lalui sore itu. Hujan dari siang sudah turun tak berkesudahan, jadilah saya sore itu berada pada moment:
Langit hujan. Nuansa sendu. Musik lembut. Membaca buku. Menikmati cerita. Merasakan udara segar.Ah, salah satu sore terbaik di bulan November! Sore yang seringkali terlalui di balik kubik meja atau ruang dengan banyak aktifitas. Tepat pukul lima, ketika hujan mulai reda saya memutuskan untuk pindah tempat ke tempat berikutnya.
Tempat kedua saya adalah perpustakaan. Tidak dekat memang, tapi itu adalah serunya. Setiap ke perpus, saya akan banyak melewati kesempatan untuk mengambil gambar apa saja dengan kamera. Ekspresi wajah orang sedang makan-kebetulan dekat dengan kantin-, berbincang dengan teman, bangku-bangku taman, tegel basah pasca hujan, dan gambar-gambar bangungan yang terlihat di pantulan sisa hujan. Maka hitam putih itu muncullah..
Beruntungnya saya yang bisa menikmati jam perpustakaan sampai nyaris tutup. Gedung-gedung itu saya ambil dari jendela besar di perpustakaan kami. Selesai dengan buku tadi, saya tenggelam bersama hitam putih cahaya dan satu dua sisa hujan di jendela.
Mereka yg lain sudah lama pulang. Saya juga harus segera pergi dari sini. Petugas akan segera menutup perpustakan dan saya harus bersiap untuk kelas berikutnya. Sabtu malam yang lengkap sekali. Lubang kosong yang ada, perlahan mulai saya isi.
-R
yg menikmati hujan seharian
0 komentar