Dalam rangka mengaktifkan kembali pola hidup teratur yg produktif, maka dibuatlah cerita harian masa-masa berkelana sebuah pencarian manusia setengah rasa.
Tahun Baru Imlek 2566
Tanggal merah di antara hari kerja yang banyak dimanfaatkan untuk ambil cuti kerja oleh pekerja pada umumnya. Saya, tidak mau mainstreem. Makanya saya tetap masuk hari ini (Jumat, 20 Februari) ke kantor yang artinya bangun pagi sekali untuk kejar kendaraan menuju Jakarta di terminal. Seperti yang biasa saya lakukan jika Senin pagi dari Bogor.
Biar sehari tanggal merah saya putuskan untuk pulang malam itu selepas jam kantor selesai. Biasanya kalau hanya satu hari dan kejepit, saya pasti enggan pulang ke Bogor. Lelah di jalan. Tapi malam itu adalah panggilan hati untuk pulang. Pulang akan menjadi penawar yang tidak mungkin didapat di racunnya Jakarta ini.
"Mba, pulang ga?""Iya, Ma. Mba pulang hari ini.""Oke. Menu disiapkan."
Ah, mama pengertian sekali! Tahu saja anak pemalas ini sudah rindu masakan rumah yg gratis dan banyak pilihan. Kalau sudah seperti ini, melow pisan rasanya.
Awalnya enggan keluar dari kamar mess, tapi sudah kadung bilang pulang dan memang ingin pulang. Yang tidak ingin adalah berjalan ke terminal atau stasiun untuk melalui proses perpindahan. Saya tidak buru-buru malam itu, terkesan sangat santai dan lambat malah. Merapikan bawaan untuk pulang dan mengganjal perut dulu sebelum kelaparan menghadang di tengah perjalanan. Sayang sekali, hanya setengah dari alpukat yg matang. Jadilah saya mengganjal kekosongan ini dengan setengah potong alpukat yang tidak matang sempurna. Masih bisa berharap semoga lancar di perjalanan dan cepat sampai rumah lalu menyantap menu andalan mama.
Sampai di rumah, makan malam yang mewah tersaji di meja makan. Memang sudah cukup larut untuk makan, tapi perut berkata lain. Dia minta diisi yang banyak bila muat. Sayangnya tidak. Diisi secukupnya. Haha
Keputusan untuk pulang malam itu adalah tepat. Kurang lebih dua puluh empat jam, saya refresh hati dan raga. Bersama papa tidur di pangkuan mama. Bersama Rendy jajan makanan bersama dengan mama. Bahagiaku sederhana, kan? :)
---
وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَاناً حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهاً وَوَضَعَتْهُ كُرْهاً وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْراً حَتَّى إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحاً تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdo’a: “Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri ni’mat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai. berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.” (Qs. Al-Ahqaaf : 15)