Tujuh puluh satu tahun Indonesia sudah dinyatakan merdeka secara de jure. Terlepas dari penjajahan bangsa asing, tidak lagi terikat pada kerja rodi dan tanam paksa, dan tidak perlu lagi menari demi tuan tanah yang serakah-menjual harga diri pada orang yang nyatanya sama-sama pribumi.
Tujuh puluh satu tahun sudah Indonesia dinyatakan merdeka. Memiliki tanah sendiri, kedaulatan menyebar dengan pasti, dan pemimpin yang pintar diplomasi di sana dan di sini.
Sedang kami masih belum bisa sepenuhnya merdeka atas setiap penjajahan kecil-kecilan di sekitar. Ternyata secara de facto, kami masih tertindas. Pura-pura lupa atas setiap kesalahan yang tertupi dan tidak terusut dengan tuntas.
Tapi semoga semakin tua, bangsa ini semakin dipenuhi dengan manusia-manusia berjiwa satria yang sebenarnya. Membela kebenaran di tanah kelahiran, menuntaskan ke-munkar-an. Menghasilkan generasi emas secara iman dan perbuatan. Pancasila boleh jadi sari pati nilai kebaikan, tapi Tuhan tetap satu dan diutamakan.
Dengan jalan kasih sayang dan kepedulian antar sesama, untuk kebaikan semua, dimulai dari keluarga.
Selamat Hari Kemerdekaan!
Setelah sekian tahun saya tidak lagi pernah mengikuti upacara bendera, akhirnya tanggal 17 Agustus lalu saya berkesempatan untuk hadir di sebuah upacara sederhana yang dilakukan Termimalhujan bersama anak-anak dan warga sekitar. Saya kembali menjadi peserta. Berusaha setertib mungkin mengikuti jalannya upacara meskipun gatal sekali ingin ikut mengoreksi setiap ada prosesi yang salah dan tidak pada tempatnya. Saya memang sudah lama tidak lagi ikut, tapi saya ingat betul bagaimana seharusnya sebuah upacara ini berjalan. Tapi lalu saya kembalikan lagi pada hati kecil saya, 'Hei, ini kan baru permulaan lagi. Kamu bisa membuatnya lebih baik di tahun selanjutnya dengan persiapan yang lebih matang untuk anak-anak yang berlaku sebagai petugas. Ajari mereka dan beri tahu secara baik. Itu akan lebih bijak.'
Anak-anak sudah berusaha semaksimal mungkin dan sebaik mungkin, maka harus diapresiasi. Keberanian mereka untuk sekedar tampil. Kemauan mereka tanpa harus dipaksa. Itu adalah wujud-wujud generasi kita selanjutnya.
Pada akhirnya, upacara selesai. Tidak sempurna, tapi saya cukup bahagia. Kesempatan ini masih ada ternyata. Saya masih bisa berdiri tegak menghadap matahari demi Sang Saka.
Terima kasih, Terminalhujan :)
Kalian memberikan kenangan manis di tahun ini.
Tujuh puluh satu tahun sudah Indonesia dinyatakan merdeka. Memiliki tanah sendiri, kedaulatan menyebar dengan pasti, dan pemimpin yang pintar diplomasi di sana dan di sini.
Sedang kami masih belum bisa sepenuhnya merdeka atas setiap penjajahan kecil-kecilan di sekitar. Ternyata secara de facto, kami masih tertindas. Pura-pura lupa atas setiap kesalahan yang tertupi dan tidak terusut dengan tuntas.
Tapi semoga semakin tua, bangsa ini semakin dipenuhi dengan manusia-manusia berjiwa satria yang sebenarnya. Membela kebenaran di tanah kelahiran, menuntaskan ke-munkar-an. Menghasilkan generasi emas secara iman dan perbuatan. Pancasila boleh jadi sari pati nilai kebaikan, tapi Tuhan tetap satu dan diutamakan.
Dengan jalan kasih sayang dan kepedulian antar sesama, untuk kebaikan semua, dimulai dari keluarga.
Selamat Hari Kemerdekaan!
Setelah sekian tahun saya tidak lagi pernah mengikuti upacara bendera, akhirnya tanggal 17 Agustus lalu saya berkesempatan untuk hadir di sebuah upacara sederhana yang dilakukan Termimalhujan bersama anak-anak dan warga sekitar. Saya kembali menjadi peserta. Berusaha setertib mungkin mengikuti jalannya upacara meskipun gatal sekali ingin ikut mengoreksi setiap ada prosesi yang salah dan tidak pada tempatnya. Saya memang sudah lama tidak lagi ikut, tapi saya ingat betul bagaimana seharusnya sebuah upacara ini berjalan. Tapi lalu saya kembalikan lagi pada hati kecil saya, 'Hei, ini kan baru permulaan lagi. Kamu bisa membuatnya lebih baik di tahun selanjutnya dengan persiapan yang lebih matang untuk anak-anak yang berlaku sebagai petugas. Ajari mereka dan beri tahu secara baik. Itu akan lebih bijak.'
Anak-anak sudah berusaha semaksimal mungkin dan sebaik mungkin, maka harus diapresiasi. Keberanian mereka untuk sekedar tampil. Kemauan mereka tanpa harus dipaksa. Itu adalah wujud-wujud generasi kita selanjutnya.
Pada akhirnya, upacara selesai. Tidak sempurna, tapi saya cukup bahagia. Kesempatan ini masih ada ternyata. Saya masih bisa berdiri tegak menghadap matahari demi Sang Saka.
Terima kasih, Terminalhujan :)
Kalian memberikan kenangan manis di tahun ini.