Mari awali dengan bersyukur karena mendapatkan kesempatan (segalanya) untuk bergabung dalam perjalan ini, Termasuk dalam salah satu tujuan yang ditetapkan oleh panitia meski bisa memilih ikut berjalan di tengah malam atau tetap bergelung mesra dengan guling dan selimut di kala dingin begitu dekat dengan nadi. Sikunir, berada di ketinggian 2.263 mdpl terletak di Wonosobo, Jawa Timur. Tempat yang banyak orang bicarakan tentang betapa indahnya melihat matahari terbit dari sana. Pantas saja selalu ramai manusia, apalagi dengan kondisi jalan yang sudah cukup baik dan ketinggian yang tidak terlalu ekstrem bagi pemula yang belum terbiasa mendaki.
Sesuai informasi yang saya baca kemudian setelah saya ke sana, Sikunir mulai dipopulerkan tahun 1982 oleh pemandu lokal dan mulai menjadi panduan wisata dua tahun kemudian. Ketika sekitaran puncak sudah mulai terang karena cahaya matahari, kita bisa lihat pemandangan langit pengunungan Dieng dan Gunung Sindoro.
Sebelum menuju puncak, tempat untuk melihat pemandangan matahari terbit, ada pondokan dengan tanah datar cukup luas. Kalau lebih sepi bisa dimanfaatkan untuk menunaikan ibadah Sholat Shubuh sebelum menunggu waktu yg paling pas ketika fajar keluar. Jangan sampai terlena :)
Posisi berdiam memang menentukan seberapa pas jarak pandang kita untuk menikmati pemandangan. Kalau memang niat sekali untuk mengabadikan peristiwa terbitnya matahari, maka siap-siap membawa tripod untuk menopang kamera.
Matahari beranjak keluar, setelah saya puas beberapa kali mengambil gambar, saya memutuskan untuk segera turun menyusul salah satu teman yang tidak bisa naik karena kakinya keram dan menunggu di pondokan bawah. Ternyata ketika saya sampai di pondokan, teman saya sudah melanjutkan perjalanan turun ke tempat parkiran mobil. Jadilah saya terus turun bersama dua orang teman lainnya dari atas tadi.
Kalau untuk saya sih ya justru saya merasa pemandangan jauh lebih bisa dinikmati ketika saya menuruni Sikunir. Bias matahari yang sudah mulai meninggi menelusup lewat ranting dan daun, memberikan warna hangat di sepanjang perjalanan dan sekeliling bukit. Ternyata jalanan yang saya lewati pagi buta tadi begitu indah ketika sudah terang.
Ada dua jalur untuk naik dan turun, tapi kita bisa pilih yang mana saja. Keduanya masih tergolong sangat aman menurut saya. Pada beberapa titik ada semacam tali pembatas sekaligus bisa digunakan untuk berpegangan. Tapi, berhati-hati selalu tidaklah pernah salah.
Dan...mari kita tutup lagi dengan ucapan syukur bahwa saya kembali ke rumah dengan selamat dari perjalanan menyenangkan ini :)
Sesuai informasi yang saya baca kemudian setelah saya ke sana, Sikunir mulai dipopulerkan tahun 1982 oleh pemandu lokal dan mulai menjadi panduan wisata dua tahun kemudian. Ketika sekitaran puncak sudah mulai terang karena cahaya matahari, kita bisa lihat pemandangan langit pengunungan Dieng dan Gunung Sindoro.
berpayung awan |
Posisi berdiam memang menentukan seberapa pas jarak pandang kita untuk menikmati pemandangan. Kalau memang niat sekali untuk mengabadikan peristiwa terbitnya matahari, maka siap-siap membawa tripod untuk menopang kamera.
Sebenarnya langit sebelum terang juga bagus, karena banyak sekali bintangnya. Saya jadi ingat langit yang penuh bintang di beberapa kesempatan lalu. |
Matahari beranjak keluar, setelah saya puas beberapa kali mengambil gambar, saya memutuskan untuk segera turun menyusul salah satu teman yang tidak bisa naik karena kakinya keram dan menunggu di pondokan bawah. Ternyata ketika saya sampai di pondokan, teman saya sudah melanjutkan perjalanan turun ke tempat parkiran mobil. Jadilah saya terus turun bersama dua orang teman lainnya dari atas tadi.
kurang lebih sama dengan matahari yang sering saya lihat pagi hari di Jakarta atau Bogor. |
tapi mungkin lebih syahdu saja karena udara jauh lebih dingin dan tidak dengan orang yang dikenal |
Kalau untuk saya sih ya justru saya merasa pemandangan jauh lebih bisa dinikmati ketika saya menuruni Sikunir. Bias matahari yang sudah mulai meninggi menelusup lewat ranting dan daun, memberikan warna hangat di sepanjang perjalanan dan sekeliling bukit. Ternyata jalanan yang saya lewati pagi buta tadi begitu indah ketika sudah terang.
blue meet brown. hi! |
green hill |
one of best view, I think :) |
you can find this image in my ig account too, hehe |
Ada dua jalur untuk naik dan turun, tapi kita bisa pilih yang mana saja. Keduanya masih tergolong sangat aman menurut saya. Pada beberapa titik ada semacam tali pembatas sekaligus bisa digunakan untuk berpegangan. Tapi, berhati-hati selalu tidaklah pernah salah.
Dan...mari kita tutup lagi dengan ucapan syukur bahwa saya kembali ke rumah dengan selamat dari perjalanan menyenangkan ini :)
ps:
Saya pribadi kalau boleh berharap lagi, ingin sekali kembali ke sini tapi ketika tidak sepadat saat saya datang pertama kali ini. Keadaan yang lebih senyap akan jauh lebih menambah keindahan untuk sekedar duduk-duduk dan menikmati alam ketimbang ramai dan akhirnya malah tidak bisa menikmati apapun. Mungkin memang sebaiknya bukan di saat ada acara besar seperti DCF atau agenda wisata lain, pilihan waktunya bisa disesuaikan dengan kebutuhan .
jumlah ini belum seberapa dibanding jumlah keseluruhan. haha |
tambahan: [katanya] Sindoro dari Gardu Pandang |