Cara malam membebaskanku dalam berpikir adalah dengan membuatku sungguh tak berdaya di siang harinya. Apa yang aku lakukan di siang hari tidak lebih dari sekedar mengisi perut, menunaikan tugas, lalu kembali pada mimpi. Kemudian sempurna terjaga dan terbebas dari mimpi berulang pada malamnya. Menjelang pagi dan mata tetap saja bergerak sempurna tanpa kantuk menggantung. Tidak perlu kafeina sebagai teman bertegur sapa. Aku cukup mandiri kali ini. Malam sudah memanggilku, dia sendiri yang datang sejak siang.
Banyak hal tersirat kemudian menjadi semacam sabit tanda tanya yang menggantung pada malam kepala. Di luar sana bulan juga hampir sabit. Kembali pada siklusnya. Apa apa yang kemudian menjadi bunga-bungan hiasan pemikiran malam ini alih-alih menyelesaikan segala macam kewajiban yang selalu tertunda adalah tentang hubungan kita.
Kalau saja semudah membalikkan telapak tangan dalam setian penyelesaian masalah, barangkali akal manusia tidak bisa terasah sedemikian rupa untuk level permasalahan yang lebih besar lagi nantinya. Hubungan ini tidaklah sehat kurasa. Aku tergantung padamu, begitupun sebaliknya. Kita tidak bisa melepas satu sama lain secara serampangan.
Cara malam membebaskanku adalah dengan membuatku tetap terjaga. Memberikan kesempatan untuk setiap celah terisi dengan jawaban-jawaban sakti pada setiap kali aku bertanya. Tentang seberapa produktif kah aku jika selalu saja meladenimu bicara dari Sabang sampai Merauke. Tentang seberapa efektif kah waktuku untuk menyelemi kalam Illah pada kitab. Tentang seberapa tuluskah aku pada Illah jika aku selalu saja mendikte inginku tentangmu pada-Nya. Tentang pantaskah kita melakukan cara ini untuk memuaskan keinginan kita. Tentang apa yang sudah kulakukan untuk kemajuan sebuah rumah yang sudah menaungiku tahunan lamanya. Dan juga tentang hidupku bersama mereka, sudah seberapa baikkah, sudah cukup baikkah, cukupkah, bekal aku kelak ketika pulang pada rumah yang lebih nyata.
Malam membebaskanku menerabas setiap kemungkinan pemikiran tanpa tabir.
Banyak hal tersirat kemudian menjadi semacam sabit tanda tanya yang menggantung pada malam kepala. Di luar sana bulan juga hampir sabit. Kembali pada siklusnya. Apa apa yang kemudian menjadi bunga-bungan hiasan pemikiran malam ini alih-alih menyelesaikan segala macam kewajiban yang selalu tertunda adalah tentang hubungan kita.
Kalau saja semudah membalikkan telapak tangan dalam setian penyelesaian masalah, barangkali akal manusia tidak bisa terasah sedemikian rupa untuk level permasalahan yang lebih besar lagi nantinya. Hubungan ini tidaklah sehat kurasa. Aku tergantung padamu, begitupun sebaliknya. Kita tidak bisa melepas satu sama lain secara serampangan.
Cara malam membebaskanku adalah dengan membuatku tetap terjaga. Memberikan kesempatan untuk setiap celah terisi dengan jawaban-jawaban sakti pada setiap kali aku bertanya. Tentang seberapa produktif kah aku jika selalu saja meladenimu bicara dari Sabang sampai Merauke. Tentang seberapa efektif kah waktuku untuk menyelemi kalam Illah pada kitab. Tentang seberapa tuluskah aku pada Illah jika aku selalu saja mendikte inginku tentangmu pada-Nya. Tentang pantaskah kita melakukan cara ini untuk memuaskan keinginan kita. Tentang apa yang sudah kulakukan untuk kemajuan sebuah rumah yang sudah menaungiku tahunan lamanya. Dan juga tentang hidupku bersama mereka, sudah seberapa baikkah, sudah cukup baikkah, cukupkah, bekal aku kelak ketika pulang pada rumah yang lebih nyata.
Malam membebaskanku menerabas setiap kemungkinan pemikiran tanpa tabir.