Fragmen 1: Warung Kopi Sudut Gang
By orangemitrada - 5.1.18
"ah, baiklah.. aku nyerah!" kuhempaskan punggung ke sandaran bangku kayu yang sungguh tidak empuk. Lalu mengaduh dan sumpah serapah sendiri.
Lagu merdu dari Om Ebiet tidak membantu sama sekali dalam situasi seperti ini. Padahal biasanya cukup ampuh membunuh semua yang berkenaan dengan pelik dan kusutnya syaraf di otak. Mungkin yang aku butuhkan bukan hanya sekedar kidung-kidung tapi sosok nyata seorang teman sekaligus pelindung. Atau kekasih?
Lupakan saja. Kekasih hanyalah sebuah kata kosong, imajiner, dan tak tersentuh sama sekali bagi penggila macam aku.
"gue cabut, No!" Arian bangkit dari kursinya dan segera pergi dari hadapanku. Sial, dia ternyata sama sekali tidak peduli dan mau tahu aku kenapa.
"oh. Ok, Yan." aku hanya menyahut pelan.
Barang di meja langsung aku rapikan, persis ketika Arian pamit seenak jidatnya meninggalkan aku sendiri di warung ini. Tidak berapa lama setelah aku pamitan dengan Bang To pemilik warung ini, aku pergi keluar warung. Jakarta setiap hari sama saja. Udara yang sama, polusi yang serupa, bising yang tidak berubah, keras di sana sini. Dan aku, bersamanya setiap hari sama dengan perasaan aku tinggal di Jakarta.
-
Lagu merdu dari Om Ebiet tidak membantu sama sekali dalam situasi seperti ini. Padahal biasanya cukup ampuh membunuh semua yang berkenaan dengan pelik dan kusutnya syaraf di otak. Mungkin yang aku butuhkan bukan hanya sekedar kidung-kidung tapi sosok nyata seorang teman sekaligus pelindung. Atau kekasih?
Lupakan saja. Kekasih hanyalah sebuah kata kosong, imajiner, dan tak tersentuh sama sekali bagi penggila macam aku.
"gue cabut, No!" Arian bangkit dari kursinya dan segera pergi dari hadapanku. Sial, dia ternyata sama sekali tidak peduli dan mau tahu aku kenapa.
"oh. Ok, Yan." aku hanya menyahut pelan.
Barang di meja langsung aku rapikan, persis ketika Arian pamit seenak jidatnya meninggalkan aku sendiri di warung ini. Tidak berapa lama setelah aku pamitan dengan Bang To pemilik warung ini, aku pergi keluar warung. Jakarta setiap hari sama saja. Udara yang sama, polusi yang serupa, bising yang tidak berubah, keras di sana sini. Dan aku, bersamanya setiap hari sama dengan perasaan aku tinggal di Jakarta.
-
0 komentar