Raina jatuh cinta. Akhirnya, Raina jatuh cinta. Setidaknya perasaan
itulah yang berhasil ia definisikan sejak beberapa bulan terakhir, setelah sibuk
bertarung dengan dirinya sendiri. Ketegangan antara hati dan akal yang tak
berkesudahan membuatnya lelah siang dan malam. Cinta. Satu kata itulah yang
akhirnya ia pilih sebagai jawaban untuk semua ketidakjelasan keinginannya
belakangan ini. Setiap kali ia berhadapan dengan satu manusia bernama Raga.
Raina memutuskan untuk menerima kenyataan bahwa dirinya
tidak lagi bisa mengelak terhadap segala perubahan yang terjadi. Raga membawa angin
baru di hidup Raina, membuat hujan tidak lagi punya siklus yang sama untuknya. Hujan
kali ini lebih tidak mudah ditebak datang dan perginya. Raina tahu itu, sekali
keputusan yang dibuatnya dilempar ke udara dan dibaui oleh hujan, ia tak akan
bisa menariknya kembali. Hujan akan membiarkan Raina melindungi dirinya
sendiri. Termasuk dari Raga.
Angin baru terasa menyejukkan bagi Raina, baginya hidup
terasa lebih segar dan indah untuk dinikmati. Raga membuat Raina menjadi Raina
yang berbeda. Raina seperti memiliki kepribadian baru, indah tapi mudah patah. Raina
menjadi rapuh. Satu sisi, Raina bersyukur karena merasa begini seharusnya
hidup. Bisa membiarkan semesta mengasihi, merasa disayangi, merasa diawasi.
Tidak perlu takut untuk berkeluh kesah atau sekedar mengeluarkan air mata. Sisi
lainnya, Raina merasa terpuruk sekaligus. Bukan begini hidup yang biasa dia
jalani. Seharusnya tidak pernah ada air mata untuk seorang Raina. Raina
tetaplah harus kokoh dan terarah, teratur dan berjalan sesuai siklus semesta.
Ternyata cinta membuat Raina merasakan semuanya sekaligus
tanpa ampun dan jeda. Kini, Raina sedang berusaha mengikuti kemana takdir akan
memberikan wajah baru Raga di depanya.
perasaan yang sulit sekali terdefinisijatuh cinta sekaligus takutkasmaran sekaligus patah hatidisayang sekaligus ingin enyah saja melenyapkan dirikuat sekaligus lemahaku bahkan tidak tahu apa keinginanku sendirihal yang justru sangat kau bencibahkan ingin membinasakan aku
kamu pikir itu lelucon,aku rasa itu pukulan telak yang menghantam aku di ubun-ubun tepat
Duduk acak di sembarang tempat. Rel rel mulai sepi. Gerbong mulai kosong. Jam berdentang tepat ketika suara terdengar lantang.
Wajah sendu, muram, tertunduk menahan kantuk. Ada wajah bersahabat tapi tetap dengan garis lelah tentu saja. Ada yg masih saja merah merona, karena bincang mesra dengan si dia.
Manggarai,
Menuju tengah malam berganti hari.