Hai, Kamu!
Kali ini Omi mau bahas tentang teman. Teman Omi. Sebut saja namanya Enka. Kenal pertama kali sama Enka di salah satu gedung di Jakarta. Dia orang baru yang datang ke tempatku. Sejak pertama kali lihat dia berdiri di salah satu sudut, aku tahu bahwa kami akan berteman lama. Klik. Aku bisa menyatakan bahwa aku jatuh hati pada pandangan pertama. Enka itu manusia keren buatku. Dari cara dia pilih pakaian yang dia pakai sehari-hari, menyikapi sesuatu dengan santai tapi tetap penuh perhitungan, dan yang paling penting adalah Enka gak comel dan berisik. Tapi Enka selalu membuatku merasa tertarik dan asik. Enka is the best! Sampai saat ini kami berteman, aku rasa kami gak pernah ribut dan bertengkar. Meski kadang satu dua ada juga sih pemahaman yang bersebrangan, pendapat yang ga sama dan bisa jadi bahan debat, atau gestur kecil tapi tengil. Tidak selalu mulus. Tapi, aku selalu sayang Enka. Selalu! Aku rasa Enka juga begitu sama aku. Dari Enka, aku juga banyak belajar hal-hal baru. Sesuatu yang selama ini aku anggap tabu, tapi hey! aku bahagia ketika akhirnya aku bisa tahu. Dulu, ketika kami masih sama-sama main bareng kami sering dibilang saudara. Katanya aku mirip dia. Mungkin lama-lama karena style aku mirip juga sama dia. Jadi berasa anak kembar yang kemana-mana berdua.
Kenapa aku bahas Enka?
Dari semua teman wanita yang kenal Omi, aku melihat Enka adalah sosok terklop sama Omi. Saat Omi lagi kepala batu, Enka bisa dengan santainya bagai air yang memecah batu itu. Kalem, tapi dalem. Enka ga perlu basa-basi untuk membuat Omi sadar kalau Omi lagi jadi zombie dan frustasi. Kata-kata Enka yang selalu masuk akal adalah obat bagi ketidakwarasan Omi di beberapa saat. Omi juga belajar untuk lebih santai sama hidup dari Enka. Maklum, seringkali Omi merasa ga nyantai dan terlalu banyak list yang harus dikejar dan dikerjain. Makanya, kalau aku udah ga bisa mikir sendiri biasanya aku akan cari celah untuk mendekati Enka dan menculiknya sejenak dari rutinitas ibukota. Ah, kok jadi kangen Enka. (Padahal, baru kemarin juga aku ketemu.)
Kita ini, manusia yang kuatnya sementara. Tidak abadi. Bisa mati juga lagi. Terus udah ada di teori juga, manusia itu makhluk sosial. Makhluk yang tidak bisa hidup sendiri. Dia butuh lingkungan, teman, dan kecukupan untuk berinteraksi. Ditambah fakta lain, bahwa tidak ada manusia yang sifatnya sama dan selamanya bisa tidak berubah seiring berjalannya waktu. Makaaaaa...kalau kamu masih punya teman yang baik, lingkungan yang baik, dan kesempatan untuk beriteraksi dengan baik di dalamnya...kamu harus apa? bersyukur.
Seperti Omi yang sangat bersyukur dipertemukan dengan Enka di dunia ini.
Omi sayang Enka.
Selamat datang di hari baruku. Kenalin, aku Omi. Menggemaskan sekaligus sering bikin kesal orang yang aku kenal. Eh, termasuk yang belum kenal juga deng kadang-kadang. Mulai hari ini aku mau cerita ke kamu tentang apa saja yang sering jadi isi otakku. Hm, mungkin akan random. Tapi gapapa ya. Random itu kadang perlu lho. Supaya keteraturan yang kadang bikin emosi, barangkali bisa jadi hepi.
Omi bisa jadi kamu.Camkan saja kalimat itu dan buktikan nanti satu dua hari ke depan. Atau mungkin suatu hari nanti, kalau dua hari tidak juga mempan. Hehe.
Kali ini Omi mau bahas tentang teman. Teman Omi. Sebut saja namanya Enka. Kenal pertama kali sama Enka di salah satu gedung di Jakarta. Dia orang baru yang datang ke tempatku. Sejak pertama kali lihat dia berdiri di salah satu sudut, aku tahu bahwa kami akan berteman lama. Klik. Aku bisa menyatakan bahwa aku jatuh hati pada pandangan pertama. Enka itu manusia keren buatku. Dari cara dia pilih pakaian yang dia pakai sehari-hari, menyikapi sesuatu dengan santai tapi tetap penuh perhitungan, dan yang paling penting adalah Enka gak comel dan berisik. Tapi Enka selalu membuatku merasa tertarik dan asik. Enka is the best! Sampai saat ini kami berteman, aku rasa kami gak pernah ribut dan bertengkar. Meski kadang satu dua ada juga sih pemahaman yang bersebrangan, pendapat yang ga sama dan bisa jadi bahan debat, atau gestur kecil tapi tengil. Tidak selalu mulus. Tapi, aku selalu sayang Enka. Selalu! Aku rasa Enka juga begitu sama aku. Dari Enka, aku juga banyak belajar hal-hal baru. Sesuatu yang selama ini aku anggap tabu, tapi hey! aku bahagia ketika akhirnya aku bisa tahu. Dulu, ketika kami masih sama-sama main bareng kami sering dibilang saudara. Katanya aku mirip dia. Mungkin lama-lama karena style aku mirip juga sama dia. Jadi berasa anak kembar yang kemana-mana berdua.
Kenapa aku bahas Enka?
Dari semua teman wanita yang kenal Omi, aku melihat Enka adalah sosok terklop sama Omi. Saat Omi lagi kepala batu, Enka bisa dengan santainya bagai air yang memecah batu itu. Kalem, tapi dalem. Enka ga perlu basa-basi untuk membuat Omi sadar kalau Omi lagi jadi zombie dan frustasi. Kata-kata Enka yang selalu masuk akal adalah obat bagi ketidakwarasan Omi di beberapa saat. Omi juga belajar untuk lebih santai sama hidup dari Enka. Maklum, seringkali Omi merasa ga nyantai dan terlalu banyak list yang harus dikejar dan dikerjain. Makanya, kalau aku udah ga bisa mikir sendiri biasanya aku akan cari celah untuk mendekati Enka dan menculiknya sejenak dari rutinitas ibukota. Ah, kok jadi kangen Enka. (Padahal, baru kemarin juga aku ketemu.)
Kita ini, manusia yang kuatnya sementara. Tidak abadi. Bisa mati juga lagi. Terus udah ada di teori juga, manusia itu makhluk sosial. Makhluk yang tidak bisa hidup sendiri. Dia butuh lingkungan, teman, dan kecukupan untuk berinteraksi. Ditambah fakta lain, bahwa tidak ada manusia yang sifatnya sama dan selamanya bisa tidak berubah seiring berjalannya waktu. Makaaaaa...kalau kamu masih punya teman yang baik, lingkungan yang baik, dan kesempatan untuk beriteraksi dengan baik di dalamnya...kamu harus apa? bersyukur.
Seperti Omi yang sangat bersyukur dipertemukan dengan Enka di dunia ini.
Omi sayang Enka.
0 komentar