Lebih dari setahun yang lalu aku datang ke Kota Kembang yang terkenal itu. Menuntaskan kewajiban dari kantor untuk mengikuti sebuah workshop kreatif bersama beberapa teman. Seperti biasanya, aku hanya seorang wanita di antara enam lelaki lainnya.
Di hari ke dua workshop, kami bisa masuk lebih siang. Pagi itu aku manfaatkan untuk berolahraga. Menikmati jalanan Bandung untuk pertama kalinya seorang diri di pagi hari. Membiarkan sunyi menyergap dan kedinginan menusuk pori-pori. Ada sealbum lagu Mocca yang menemani dan kamera yang kugantung di leher.
Ah, ternyata pagi itu tidaklah terlalu buruk. Aku masih bisa tersenyum lebar. Acak tapi cukup menyenanangkan. Tersenyum pada petugas kebersihan yang sedang rehat di bawah pohon rindang, pada bapak yang sedang menyapu di halaman rumah besar, pada sepasang ibu dan anak yang akan menyebrang jalan, pada seorang supir yang sedang parkir di pinggir jalan, bahkan pada pohon mati yang masih tetap terlihat gagah di pojok jalan Cipaganti. Kemudian aku ingat sebuah lagu dari Lala Karmela, Malam Sunyi di Cipaganti.
Di hari ke dua workshop, kami bisa masuk lebih siang. Pagi itu aku manfaatkan untuk berolahraga. Menikmati jalanan Bandung untuk pertama kalinya seorang diri di pagi hari. Membiarkan sunyi menyergap dan kedinginan menusuk pori-pori. Ada sealbum lagu Mocca yang menemani dan kamera yang kugantung di leher.
Ah, ternyata pagi itu tidaklah terlalu buruk. Aku masih bisa tersenyum lebar. Acak tapi cukup menyenanangkan. Tersenyum pada petugas kebersihan yang sedang rehat di bawah pohon rindang, pada bapak yang sedang menyapu di halaman rumah besar, pada sepasang ibu dan anak yang akan menyebrang jalan, pada seorang supir yang sedang parkir di pinggir jalan, bahkan pada pohon mati yang masih tetap terlihat gagah di pojok jalan Cipaganti. Kemudian aku ingat sebuah lagu dari Lala Karmela, Malam Sunyi di Cipaganti.