Janji untuk tidak saling pergi dan meninggalkan adalah sebuah kesalahan yang terlanjur terurai dan keluar membuai. Waktu yang setia. Tidak dengan manusia. - Meda, Freelancer
Aku tidak pernah memintamu untuk tetap di sisiku. Kamu yang datang. Kemudian aku terbiasa. Sampai pada masanya ternyata kamu tidak bisa menetap, aku bisa apa.
Aku tidak akan melarang kamu berpaling ke yang lain. -Aga, Progammer.
Aku tidak pernah memintamu datang. Kamu seperti lubang lompatan pada jeda waktu. Terlalu berani menerjang. Ada masanya dia hilang, aku juga bisa apa.
Kita banyak duduk tanpa bicara. Tapi hari itu berbeda dari sebelumnya. Kita bicara banyak. Tangan kita terbuka di atas meja. Menyadari ada yang serupa. Garis tangan kita mirip sekali! Tidak persis sama.
Matamu membulat besar. Tanda takjub. Kenapa kamu mudah sekali terpana. Bahkan untuk hal yang menurutku begitu sederhana. Ah, jangan-jangan karena itu aku jatuh cinta padamu.
Kamu begitu sederhana.
--
Waktu berjalan, ternyata kamu tetaplah makhluk rumit. Itu artinya kamu betulan wanita. Syukurlah! Haha. Kemudian kita banyak sekali beda di beberapa cerita. Kata-kata saling bersahutan beda makna.
--
Tapi kamu tetaplah wanita yang aku cinta.
Masih wanita yang sama.
Matamu membulat besar. Tanda takjub. Kenapa kamu mudah sekali terpana. Bahkan untuk hal yang menurutku begitu sederhana. Ah, jangan-jangan karena itu aku jatuh cinta padamu.
Kamu begitu sederhana.
--
Waktu berjalan, ternyata kamu tetaplah makhluk rumit. Itu artinya kamu betulan wanita. Syukurlah! Haha. Kemudian kita banyak sekali beda di beberapa cerita. Kata-kata saling bersahutan beda makna.
--
Tapi kamu tetaplah wanita yang aku cinta.
Masih wanita yang sama.
Bukankah melihat orang yang kau sayangi bahagia adalah kebahagiaanmu juga (?)
Tomini mengulang kalimat itu lagi dan lagi. Berputar ratusan kali di kepalanya. Benarkah apa yang dia lakukan kali ini. Langkahnya kiah jauh membawa ia dari tempat tadi. Kini ia sudah sampai di depan pintu stasiun seberang pasar. Tidak ada yang memperhatikan siapa dia dan apa yang akan ia lakukan.
Aku mencintaimu. Setidaknya itu keyakinanku sampai hari ini. Tidak ada yang ingin kupastikan selain kamu selalu bahagia atas setiap apa yang kamu jalanai hingga detik ini. Semua yang aku lakukan tidak lebih dari itu. Aku merasa bahwa dengan kebahagiaan yang kamu dapatkan aku juga akan berbahagia atasnya. Meski aku harus hilang sama sekali dari hidupmu.
Tomini memasuki gerbang dan merogoh saku kirinya. Mengeluarkan sebuah kartu usang dan menempelkannya di tempat tiket masuk. Lampu merah berganti hijau, dia melangkah masuk. Menyaru dengan banyak orang lain yang sedang menunggu kereta. Tapi Tomini tidak benar-benar menunggu kereta sebagai tujuan untuk pergi dari stasiun itu. Tomini menunggu kereta untuk hal lain. Dia merindukan wajah itu. Dia berharap kalau memang ini kesempatan terakhirnya, semoga dia bisa melihat wajah itu untuk yang terakhir kalinya.
Aku mencintaimu. Aku tahu betul apa nama dari perasaan itu. Aku yakin betul, aku bukan hanya tergila-gila padamu. Aku memang mencintaimu, meski entah apa makna cinta itu kini untukmu.
Tomini berjalan menyusuri jalur kuning. Melewati banyak orang. Membenturkan dirinya dengan banyak tangan dan bahu. Suara petugas stasiun terdengan dari pengeras suara. Sebentar lagi kereta akan tiba di jalur 3 menuju Rangkas. Tomini segera memutar badannya, merubah arah berjalan ke jalur 3. Tepat ketika kereta mengeluarkan bunyi klakson, tubuh itu dengan cepat menghantam moncong kereta. Riuh itu hanya samar terdengar bagi Tomini. Matanya terpejam dan pipinya menghangat. Ada air mata mengalir jatuh. Senyumnya terbentuk. Wajah itu, wajah yang ia nantikan, sudah terlihat. Ini ternyata memang waktu yang tepat.
Adalah cita-cita mulia. Sebaiknya memang kita persiapkan dengan matang. Matang secara logika, hati, dan keadaan yang melingkupinya. Kita memang harus ambil semua risiko yang mungkin ada, tapi bukan berarti melangkah tanpa persiapan berarti. Aku banyak sekali berhutang pada masa lalu. Menjanjikan banyak hal muluk pada masa depan. Mungkin kita terlalu terburu-buru dan banyak menuang bumbu serta penyedap rasa.
Kamu tentu sama denganku, punya cita sekaligus cinta yang ingin dibagi. Perkara ingin dimengerti dan setumpuk daftar yang ingin dimiliki. Kita sudah sama-sama berjuang sendiri selama ini.
Aku bersiap,
Kau pun begitu sigap.
Hari ini adalah cita-cita kita untuk terus bahagia. Untuk terus bersama. Tanpa ada lagi keraguan. Tanpa ada lagi kesedihan. Selamat datang!
---
Siapa yang ada di pikiranmu saat menuliskannya?
Dia.
Yang pertama kali menggenggam tanganku di acara outbond dan menghadirkan kupu-kupu di perutku.
Dia.
Yang tidak melepaskanku ketika kami turun dari pendakian menyeramkan.
Kamu tentu sama denganku, punya cita sekaligus cinta yang ingin dibagi. Perkara ingin dimengerti dan setumpuk daftar yang ingin dimiliki. Kita sudah sama-sama berjuang sendiri selama ini.
Aku bersiap,
Kau pun begitu sigap.
Hari ini adalah cita-cita kita untuk terus bahagia. Untuk terus bersama. Tanpa ada lagi keraguan. Tanpa ada lagi kesedihan. Selamat datang!
---
Siapa yang ada di pikiranmu saat menuliskannya?
Dia.
Yang pertama kali menggenggam tanganku di acara outbond dan menghadirkan kupu-kupu di perutku.
Dia.
Yang tidak melepaskanku ketika kami turun dari pendakian menyeramkan.