Bukankah melihat orang yang kau sayangi bahagia adalah kebahagiaanmu juga (?)
Tomini mengulang kalimat itu lagi dan lagi. Berputar ratusan kali di kepalanya. Benarkah apa yang dia lakukan kali ini. Langkahnya kiah jauh membawa ia dari tempat tadi. Kini ia sudah sampai di depan pintu stasiun seberang pasar. Tidak ada yang memperhatikan siapa dia dan apa yang akan ia lakukan.
Aku mencintaimu. Setidaknya itu keyakinanku sampai hari ini. Tidak ada yang ingin kupastikan selain kamu selalu bahagia atas setiap apa yang kamu jalanai hingga detik ini. Semua yang aku lakukan tidak lebih dari itu. Aku merasa bahwa dengan kebahagiaan yang kamu dapatkan aku juga akan berbahagia atasnya. Meski aku harus hilang sama sekali dari hidupmu.
Tomini memasuki gerbang dan merogoh saku kirinya. Mengeluarkan sebuah kartu usang dan menempelkannya di tempat tiket masuk. Lampu merah berganti hijau, dia melangkah masuk. Menyaru dengan banyak orang lain yang sedang menunggu kereta. Tapi Tomini tidak benar-benar menunggu kereta sebagai tujuan untuk pergi dari stasiun itu. Tomini menunggu kereta untuk hal lain. Dia merindukan wajah itu. Dia berharap kalau memang ini kesempatan terakhirnya, semoga dia bisa melihat wajah itu untuk yang terakhir kalinya.
Aku mencintaimu. Aku tahu betul apa nama dari perasaan itu. Aku yakin betul, aku bukan hanya tergila-gila padamu. Aku memang mencintaimu, meski entah apa makna cinta itu kini untukmu.
Tomini berjalan menyusuri jalur kuning. Melewati banyak orang. Membenturkan dirinya dengan banyak tangan dan bahu. Suara petugas stasiun terdengan dari pengeras suara. Sebentar lagi kereta akan tiba di jalur 3 menuju Rangkas. Tomini segera memutar badannya, merubah arah berjalan ke jalur 3. Tepat ketika kereta mengeluarkan bunyi klakson, tubuh itu dengan cepat menghantam moncong kereta. Riuh itu hanya samar terdengar bagi Tomini. Matanya terpejam dan pipinya menghangat. Ada air mata mengalir jatuh. Senyumnya terbentuk. Wajah itu, wajah yang ia nantikan, sudah terlihat. Ini ternyata memang waktu yang tepat.
0 komentar