Ada yang hilang dan selalu akan
ada yang datang. Sebagai kesempatan baru untuk mendapatkan yang terbaik dari
sebuah perjalanan waktu. Kalau dulu soal banjir hanya bisa lihat di tv, tahun
ini semua terjadi di depan mata. Teman sendiri. Lingkungan terdekat selama
tinggal di Jakarta. Tapi ini bukan hanya soal air. Ini tentang sesuatu yang
lebih besar tapi juga mengalir.
Perasaan kita.
Kita memandang sebuah masalah di masa lalu
cenderung sebagai benalu. Parasit yang mesti dienyahkan jika perlu. Tapi mereka
tumbuh dengan cepat, menginang pada rasa sakit dan dendam serta kecewa. Tidak
akan pernah bisa lenyap begitu saja. Tidak jika kita tidak pernah berani
membabat habis masa lalu beserta inang yang dia gantungi.
Kebun sebelah berbunga indah, kita masih
berharap tanaman kita pun serupa indahnya. Kita lupa, kita belum berani
membasmi benalu sampai tidak lagi tersisa. Lantas mau bunga yang seperti apa?
Itu kenapa akhirnya Tuhan mengirimi kita hujan
yang begitu panjang. Sedari dini hari hari sampai malam hari. Mengurung kita di
sebuah kenyataan bahwa air sekalipun bisa begitu berbahayanya jika datang
secara berlebihan. Sama seperti perasaan kita. Tidak pernah baik jika serba berlebihan.
Dan semua analogi kita malam ini, mari kita renungkan
lagi. Apa benar kita sudah mengerti apa kata semesta?
0 komentar