Aku berkeliling mengitari kotak hitam. Kenapa di benak juga masih terasa hitam. Tidak tercerahkan. Justru teralihkan. Sosok hitam besar mengintai di atas memperlihatkan seringai. Dia tersenyum, tapi lebih terasa mengerikan.
Satu dua kali duduk bersantai sambil melihat kotak hitam. Mengulang langkah kaki berjalan sampai akhirnya di sini. Sosok hitam kali ini duduk manis di sebelahku. Membisikkan kalimat puitis dengan suara merdu. Aku masih melihat kotak hitam, kini mataku sudah penuh dengan air. Siap tumpah. Aku bertahan. Ada yg terasa sakit di ulu hati. Tangan kanan sosok hitam menyentuh dadaku kemudian menikamku. Tepat di tempat jantung berdenyut.
Sosok hitam tertawa, barangkali dia senang. Membuat aku takut, kemudian membuat aku terbuai sesaat, dia puas. Aku lengah dan dia menang.
Jantungku memang baru berhenti sekarang, tapi sejak aku menyentuhkan kaki di tanah ini aku sejatinya sudah mati. Bersama hati yg terlanjur patah sebelumnya, jauh berhari-hari. Tanah suci mengobati. Membiarkan aku yg rebah dengan dada di tangan dan darah yg melumuri.
Sosok hitam diam mengamati.
Jika suatu saat aku kembali kepada kotak hitam, aku bukan lagi orang yg sama. Aku sudah mati.